Sumber : ayamkita.com |
Disisi lain, produsen ayam pedaging juga sangat diuntungkan oleh bisnis ini, tidak tanggung-tanggung. Omzet per bulannya bisa mencapai ratusan juta rupiah, dan ROI untuk bisnis ini diestimasikan kurang dari 2 tahun.!!
Permintaan daging ayam di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Khususnya saat mendekati hari raya, permintaannya bisa melonjak hingga puluhan persen. Termasuk di akhir tahun 2018, saat Natal dan Tahun Baru 2019.
Di sisi lain, supply daging ayam peningkatannya tidak terlalu signifikan. Menurut BPS, selama sewindu ini peningkatan produksi daging ayam berada di angka 7%. Artinya masih banyak peluang bagi pengusaha, khususnya peternak untuk memenuhi permintaan.
Bisnis ayam pedaging, selain peluangnya masih luas, juga menjanjikan keuntungan yang cukup membuat "ngiler". Kandang yang bagus, dengan sistem manajemen yang baik pula, mampu menghasilkan 7-8 kali panen per tahun. Kita ambil contoh dengan kandang berkapastias 10.000 ekor ayam, per tahun bisa menghasilkan minimal 70.000 ekor. Jika berat rata-rata per ekor 2 kg dan harga ayam per kg sekitar Rp 32.000, omzet kotor peternak bisa mencapai 4,5 miliar per tahun, atau sekitar 375 juta per bulan.
Dibalik keuntungan yang begitu menggiurkan, usaha ayam broiler memiliki risiko yang sebanding. Bisnis ini merupakan bisnis padat modal, dengan nilai investasi yang besar. Mulai dari persiapan kandang hingga biaya operasional setiap harinya, selain itu diperlukan pula personel yang dapat diandalkan.
Menurut Dhanang, pakar peternakan closed house, biaya pembangunan kandang ayam modern rata-rata Rp 21.000,00 hingga Rp 55.000,00 per ekor. Artinya, jika anda ingin membangun kandang dengan kapasitas 10.000 ekor ayam, estimasi biayanya 210 hingga 550 juta. Perlu diingat jika biaya ini hanya untuk bangunan kandangnya saja, belum termasuk biaya untuk lahan dan sebagainya.
Sementara untuk kebutuhan pakan, vaksin, vitamin, hingga biaya operasional, jumlahnya juga tidak sedikit. Kita simulasikan, hasil panen ayam yang memiliki nilai Food Conversion Rate (FCR) 1.7, ayam dengan berat 2 kg membutuhkan 3,4 kg pakan per siklus ternak. Jika harga pakan di kisaran Rp 30.000 per kg, artinya biaya pakan untuk 10.000 ekor ayam bisa mencapai lebih dari 1 miliar per siklus ternak (36 - 40 hari). Sekali lagi, biaya tersebut hanya untuk pakan,belum termasuk biaya pegawai, listrik, gas, air, dsb.
Dengan tingginya modal yang dikeluarkan, bisa dipastikan anda tidak ingin menjalankan bisnis yang hanya "coba-coba". Disinilah sangat diperlukan kemampuan seorang ahli di bidang peternakan, khususnya kandang ayam closed house. Untuk menjadi seorang ahli sebelum menjalankan bisnis ini tentu bukan perkara yang mudah, diperlukan pendidikan dan pengalaman yang cukup. Sementara jika meggaji team ahli, akan berdampak pada peningkatan biaya operasional.
Beruntung bagi banyak peternak dengan modal terbatas namun bisa memenuhi standard, kesempatan untuk sistem kemitraan Inti-Plasma selalu terbuka lebar. Sistem ini bisa juga dikatakan sistem bagi hasil, antara Perusahaan besar (sebagai inti), dan Peternak (sebagai plasma).
Perjanjian kerjasama kemitraan sebetulnya bermacam-macam, namun pada umumnya peranan Inti adalah menyediakan Day Old Chicken (DOC), pakan, vaksin, team ahli, dan penjualan. Sedangkan Inti atau peternak bertanggung jawab untuk merawat ayam mulai dari DOC sampai masa panen.
Meskipun masih ada kelemahan bagi peternak, yaitu harga daging ayam di akhir masa panen sudah ditentukan oleh Inti. Melalui sistem ini peternak bisa merasa lebih tenang, karena biaya DOC, vaksin, dan pakan baru akan ditagihkan setelah panen dan penjualan ayam selesai.
Setiap sistem peternakan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan selalu mengikuti pola yang sama. Semakin besar risiko yang ditanggung, semakin besar pula peluang keuntungan yang bisa didapatkan.
Artikel ini pernah dipublikasikan di Kompasiana
No comments:
Post a Comment